Jakarta – Persoalan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang banyak kontroversi dari segi distribusi dan kuota anggaran yang meyedot sebagian besar pagu APBN mendapat sorotan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama karena dianggap subsidi BBM tidak tepat sasaran.
“Kita sangat heran pengawasan subsidi dan distribusi BBM oleh negara sangat rendah, lihat saja Kemenkeu pernah mengungkapkan bahwa anggaran subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp 502,4 triliun sebagian besar oleh orang kaya”, kata Haris.
Haris juga menyatakan bahwa pihak industri yang paling banyak menikmati subsidi BBM dibanding rumah tangga miskin.
“Menurut catatanya, sebanyak 89% solar dinikmati dunia usaha, sedangkan 11% lainnya dinikmati oleh rumah tangga”, pungkas Haris.
Lanjut Haris sangat kecewa ketika ditemukan fakta hanya 5% rumah tangga miskin menikmati subsidi BBM.
“Dari data total segmen rumah tangga, ternyata 95% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 5% yang dinikmati rumah tangga miskin (petani dan nelayan)”, jelas Haris.
Haris juga mengungkapkan bahwa untuk pertalite sebaliknya, 14% dinikmati dunia usaha dan sebagian besar dinikmati oleh rumah tangga yakni 86%.
“Dari segment rumah tangga, sebanyak 80% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 20% yang dinikmati rumah tangga miskin. Dengan demikian, kurang lebih 80% subsidi BBM ‘dirampok’ oleh golongan yang tidak berhak”, jelas Haris.
Haris juga menuturkan kondisi kuota BBM subsidi jenis pertalite yang stoknya terbatas.
“Kuota penyaluran Pertalite mencapai 23,05 juta KL pada 2022 dan Kuota ini diprediksi oleh Kemenkeu RI akan habis pada akhir 2022. Bayangkan jika diperkirakan konsumsi pertalite mencapai 29,07 juta KL atau 126% dari total kuota.
Sementara itu, untuk Solar, kuotanya sebesar 15,10 juta KL pada tahun ini. Adapun, proyeksi konsumsi solar sebanyak 17,44 juta KL atau 115% dari total kuota dan akan habis pada akhir 2022″, jelas Haris.
Haris mengungkapkan bahwa kendala penyaluran subsidi tepat sasaran terletak pada masalah data.
“Kendala utama penyaluran subsidi tepat sasaran pada masalah data, maka sebaiknya pemerintah perbaiki tata kelola ini”, kata Haris.
Haris pun berharap agar pemerintah memperkuat fungsi Pertamina sebagai pengelola tunggal subsidi BBM.
“Pemerintah harus memperkuat fungsi Pertamina sebagai satu-satunya pengelola BBM bersubsidi”, tegas Haris.
Haris yang dikenal kritis terhadap kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat berharap adanya pelibatan berbagai elemen masyarakat.
“Pemerintah juga harus menerapkan konsep pentahelix dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat seperti Ormas, OKP, jurnalis dan sebagainya sebagai pengawas dari BBM bersubsidi”, harap Haris.
Lanjut Haris berharap pemerintah dapat membuat model pengelolaan BBM subsidi secara khusus.
“Pemerintah harus menarik seluruh bbm bersubsidi di SPBU dan membuat SPBU Khusus BBM bersubsidi agar penyalahgunaan dan kebocoran anggaran BBM bersubsidi dapat terselesaikan dan tepat sasaran”, harap Haris.