Ketua Harian DPP KNPI, Menolak Skema Power Wheeling

Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI), Rusdi Yusuf menolak dengan tegas skema power wheeling yang tengah ramai diperbincangkan dalam proses perumusan dan pembahasan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Sejatinya pemerintah telah menghapus klausula terkait power wheeling ini. Namun dengan tiba-tiba kemudian disuarakan dalam perjalanan pembahasannya di DPR RI, proses RUU EBET ini mesti dikawal dengan ketat dan serius.

“Kami selaku DPP KNPI menyatakan skema power wheeling adalah bentuk nyata dari liberalisasi sektor ketenagalistrikan, yang juga ancaman terhadap kedaulatan energi nasional. Jika skema power wheeling dipaksakan, maka tentunya pelanggaran yang sangat nyata terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945. Sebagai sektor strategis, hilangnya kepenguasaan negara atas ketenagalistrikan adalah bentuk nyata dari pelanggaran konstitusi,” ujar Rusdi.

Menurutnya, DPP KNPI telah melakukan kajian secara mendalam dan menyeluruh terkait skema power wheeling ini. Selain pelanggaran konstitusional, skema ini juga akan sangat menekan keberlanjutan fiskal. Skema power wheeling telah pernah diatur dalam Pasal 16 dan 17 UU 20/2002 tentang Ketenagalistrikan, yang telah dinyatakan inkonstitusional dan dibatalkan oleh MK dalam Putusan No.001-021-022/PUU-I/2003 dan Putusan MK No. 111.PUU-XIII/2015.

“Ini harusnya jadi preseden bahwa power wheeling bertentangan dengan dasar negara. Tidak ada alasan untuk terus menyuarakan agar wacana ini terus digulirkan. Kendala konstitusional ini juga dipertegas oleh fakta bahwa di tengah kondisi kelebihan pasokan (oversupply) listrik, beban keuangan negara akan semakin terberatkan. Badan Pemeriksa Keuangan telah menghitung bahwa beban oversupply akan membengkak sampai Rp 429 triliun sepanjang 2022/2030. Lalu apa yang menjadi landasan power wheeling dipaksakan?” tanya Rusdi.

Oleh karena itu, DPP KNPI akan terus mengadvokasi, mengawal, dan konsisten melakukan edukasi publik agar power wheeling tidak mendapatkan tempat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. “Segala bentuk liberalisasi energi yang mengancam kedaulatan bangsa dan negara mesti ditolak. Pandangan ini pun sudah cukup untuk menolak skema power wheeling. Apalagi dengan kenyataan skema ini mengancam keberlanjutan fiskal, maka tidak ada sama sekali argumen untuk mendukung power wheeling. Kecuali terjadi penyangkalan terhadap amanat konstitusi, maka itu sebuah bentuk pelanggaran konstitusional yang sangat nyata dan semena-mena,” tutup Rusdi.

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Related Posts